Mendorong Kontribusi Farmasi Halal
Ilustrasi kegiatan produksi obat. Sumber Tribunnews.com |
Opini republika.id Sabtu 20 Nov
2021 08:45 WIB
Penulis : Muhammad Jasrif Teguh
Dengan kemajuan teknologi yang
pesat, berbagai penemuan inovatif dibuat melalui rekayasa genetika dan
bioteknologi medis, yang mengarah pada pengembangan berbagai produk farmasi.
Inti konsep farmasi halal melekat
pada konsep halal itu sendiri, yang berasal dari kata Arab dan dapat
didefinisikan sebagai diperbolehkan oleh hukum syariah (Al-Qaradawi, 2001).
Pengertian halal dalam Islam erat
kaitannya dengan konsep maqasid al-syariah, yaitu menjaga kesucian agama, jiwa,
mentalitas Islam, harta, dan generasi yang akan datang serta menjaga harga diri
dan integritas.
Ajaran Islam menekankan kesehatan
yang baik dan kesejahteraan individu dalam masyarakat. Umat wajib berobat jika
sakit, menunjukkan penggunaan obat dalam Islam dilegalkan, yang harus berbahan
halal juga higienis, murni, dan berkualitas.
Berdasarkan data State of the
Global Islamic Economy Report 2020/2021, sektor farmasi dan kosmetik halal
Indonesia menduduki peringkat keenam, di bawah Malaysia, UEA, Singapura, Iran,
dan Mesir.
Pada 2019, jumlah konsumsi
farmasi halal Indonesia 5,4 miliar dolar AS dari total konsumsi farmasi global
94 miliar dolar AS. Konsumsi kosmetik halal 4 miliar dolar AS dari total
konsumsi kosmetik global 66 miliar dolar AS.
Angka ini diperkirakan meningkat
seiring pertumbuhan jumlah penduduk Muslim, peningkatan kepatuhan pada nilai
etika Islam yang berdampak pada konsumsi, dan semakin banyak strategi untuk
pengembangan produk dan layanan halal di Indonesia.
Tantangan yang muncul
Terdapat sejumlah tantangan
mengimplementasikan aspek halal pada produk farmasi dan kosmetik, yang dihadapi
produsen dalam mengembangkan ceruk pasar.
Industri farmasi dan kosmetik
halal didorong agar tak hanya menonjolkan nilai halal dalam produksi, tapi juga
harus memproyeksikan citra nilai Islam lebih luas, seperti baik, bersih, aman,
dan sehat dalam proses produksinya yang menarik segmen pasar lebih luas.
Produsen pun perlu melakukan
proses farmasi halal dalam praktik berkelanjutan, yakni bahan baku harus
diproduksi secara berkelanjutan. Tantangan lainnya, masih terbatasnya produk
obat dan kosmetik tersertifikasi halal di Indonesia.
Ini terlihat dari data
pertumbuhan sertifikasi halal pada sektor industri farmasi per Maret 2021,
jumlah kelompok farmasi (obat dan vaksin) bersertifikat halal baru 13,27 persen atau 2.586 produk dari total
19.483 produk yang tercatat di BPOM.
Salah satu kendala percepatan
sertifikasi halal industri farmasi disebabkan 95 persen bahan baku masih impor
dari Cina, India, AS, dan Eropa.
Perubahan kebijakan
Pemerintah Indonesia mengeluarkan
sejumlah inisiatif perbaikan kebijakan, di antaranya dengan membentuk Badan
Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJH) untuk mengakomodasi potensi pasar
produk halal domestik.
Pemerintah juga menerbitkan PP No
39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal untuk
melengkapi UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
Pasal 141 ayat 1 pada PP itu
menyebutkan penahapan kewajiban bersertifikat halal bagi obat tradisional,
suplemen kesehatan, obat bebas, dan obat bebas terbatas, kosmetik sampai 2026,
untuk obat keras sampai 2034, untuk produk obat keras.
Masa transisi yang cukup panjang
ini bertujuan agar perusahaan farmasi mempersiapkan produknya untuk
disertifikasi halal, tanpa harus menunggu batas akhir proses penahapan
sertifikasi halal.
Peran industri
Konsep farmasi halal mencakup
semua aspek sistem manajemen, yang meliputi pengadaan, prosedur pembuatan,
penyimpanan, pengemasan, dan logistik.
Kegiatan produksi farmasi halal
harus dilakukan di bawah standar internasional yang ketat, termasuk Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk kontrol dan manajemen manufaktur,
pengujian, dan kontrol kualitas keseluruhan produk farmasi.
Pendekatan kontrol ini memastikan
produsen meminimalkan atau menghilangkan kontaminasi dan kesalahan dalam proses
produksi, melindungi konsumen dari pembelian barang-barang berbahaya.
Karena itu, produsen farmasi yang
mengajukan sertifikasi halal harus memastikan produknya memenuhi persyaratan
ini selain hukum syariah. Produsen juga harus memastikan produknya aman dan
efektif.
Dengan meningkatnya kesadaran
konsumen, tenaga kesehatan, dan dukungan kebijakan pada produk yang aman,
berkhasiat, bermutu, dan higienis sekaligus memenuhi kewajiban agama, produsen
farmasi perlu terus menciptakan nilai baru dalam proses produksinya. Yakni,
dengan menjadi lebih inovatif dan pada akhirnya, meningkatkan kontribusi
farmasi dan kosmetik halal pada perekonomian nasional.
Artikel ini telah tayang di republika.id
dengan judul "Opini: Mendorong Kontribusi Farmasi Halal", Klik
selengkapnya di sini: https://www.republika.id/posts/22357/mendorong-kontribusi-farmasi-halal
Posting Komentar untuk "Mendorong Kontribusi Farmasi Halal"