Aksesibilitas Pengobatan Orang dengan HIV/AIDS
Ilustrasi obat HIV/AIDS (sumber : pixabay.com) |
(Catatan : Artikel ini sudah tayang di Kompasiana)
Selain berjibaku menangani pandemi Covid-19, pada momen
peringatan hari AIDS sedunia yang jatuh pada tanggal 1 Desember, kali ini perlu
juga kiranya diberi perhatian khusus pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA).
Laporan UNAIDS 2021 menunjukkan bahwa orang yang hidup
dengan HIV memiliki risiko yang lebih tinggi untuk penyakit COVID-19 yang parah
dan kematian.
Bagi sebagian masyarakat, mungkin masih ada yang belum
mengetahui perbedaan antara HIV dan AIDS menskipun keduanya saling terkait.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan sejenis
virus yang menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan
tubuh manusia.
Sedangkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah
sekumpulan gejala yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan
infeksi oleh HIV.
Epidemi HIV/AIDS
Secara global, saat ini HIV/AIDS berstatus epidemi, yaitu
penyakit menular yang berjangkit dengan cepat di daerah yang luas dan
menimbulkan banyak korban.
Data dari WHO menunjukkan bahwa estimasi 36 juta orang di
seluruh dunia hidup dengan HIV, 680 ribu orang meninggal akibat penyakit ini,
dan 1,5 juta kasus baru di tahun 2020.
Sementara populasi terinfeksi HIV terbesar di dunia adalah
di benua Afrika (25,7 juta orang), kemudian di Asia Tenggara (3,8 juta), dan di
Amerika (3,5 juta).
Dengan jumlah penduduk lebih dari 270 juta jiwa yang
tersebar di 514 kabupaten/kota, Indonesia memiliki pola epidemi HIV yang
kompleks dengan sebaran wilayah yang luas serta jumlah penduduk yang besar.
Berdasarkan data Ditjen P2P Kemenkes RI, sejak ditemukan
kasus pertama sampai dengan Maret 2021 jumlah kumulatif ODHA yang ditemukan di
Indonesia telah mencapai 558.618 yang terdiri dari 427.201 HIV dan 131.417
AIDS.
Jika dilihat sebaran pada tingkat Provinsi pada priode
Triwulan I 2021, maka terdapat 5 provinsi dengan jumlah kasus tertinggi yaitu
Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta dan Sumatera Utara.
Khusus untuk Papua, meskipun berada di peringkat ke-6, namun
perlu mendapat perhatian khusus mengingat Papua adalah provinis dengan jumlah
kasus AIDS tertinggi secara nasional.
Setidaknya ada dua isu besar terkait dengan HIV/AIDS.
Pertama, bagaimana melakukan upaya-upaya pencegahan dengan meningkatkan
kewaspadaan dan sosialisasi akan bahaya penyakit HIV/AIDS. Kedua, bagaimana
memberi akses pengobatan dan perawatan pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA).
Berdasarkan kelompok umur, persentase ODHA yang tertinggi
terdapat pada kelompok umur 25-49 tahun, diikuti kelompok umur 20-24 tahun
(Kemenkes, 2021).
Ini menandakan bahwa kelompok usia produktif mendominasi ODHA. Oleh karena itu diperlukan kerja keras dari semua pihak untuk melakukan upaya pencegahan dan sosialisasi bahaya penyakit ini.
Akses pengobatan ODHA
Isu tentang kesetaraan bagi ODHA untuk dapat mengakses
layanan kesehatan esensial dan pengobatan masih menjadi tantangan saat ini.
Berdasarkan data UNAIDS, pada 2019 lalu 1,7 juta orang
terinfeksi HIV karena tidak dapat mengakses layanan kesehatan esensial.
Sementara pada 2020, lebih dari 12 juta orang di seluruh dunia yang belum
mendapatkan pengobatan HIV.
Di Indonesia, pengobatan HIV dan AIDS perlu memfokuskan pada
aspek-aspek berikut ini.
Pertama, memperkuat sistem layanan Perawatan, Dukungan, dan
Pengobatan (PDP). Penderita HIV membutuhkan pengobatan dengan
Antiretroviral (ARV) untuk menurunkan jumlah virus HIV di dalam tubuh agar
tidak masuk ke dalam stadium AIDS. Sedangkan pada penderita AIDS membutuhkan
pengobatan ARV untuk mencegah terjadinya infeksi oportunistik dengan berbagai
komplikasinya.
Kedua, kemudahan mendapatkan obat dan perawatan. Setiap
kabupaten/kota wajib mengimplementasikan program pencegahan dan pengendalian
HIV AIDS.
Pemberian ARV dapat dilakukan di tingkat fasyankes primer
oleh Dokter sesuai dengan kewenangan dasar dengan melakukan Test and Treat di
mana inisiasi pengobatan ARV dilakukan segera setelah hasil tes HIV-nya
positif.
Dalam hal ini Puskemas perlu didorong untuk lebih berperan
sebagai ujung tombak terdepan untuk memberi pelayanan kesehatan ODHA.
Ketiga, kecukupan obat-obatan ARV yang bertujuan untuk
mendukung pengobatan ODHA. Pemerintah melalui Kemenkes menetapkan target sampai
dengan 60 persen pada tahun 2024. Setidaknya terdapat sekitar 10 jenis Obat ARV
yang tersedia di Indonesia saat ini.
Ketersediaan stok ARV dan sebarannya di setiap
kabupaten/kota perlu dijamin oleh pemerintah. Manajemen rantai pasok
obat-obatan ARV ini penting diperhatikan agar tidak terjadi kekosongan seperti
pada tahun 2020 maupun kadaluarsanya obat-obatan ARV.
Keempat, kepatuhan minum obat. Banyak kasus di mana ODHA
sering tidak minum obat secara rutin. Efek samping sering menjadi masalah dalam
pengobatan ARV dan toksisitas sering menjadi alasan mengganti atau menghentikan
pengobatan ARV.
Padahal ketidakpatuhan pasien dalam pengobatan ARV adalah
salah satu penyebab rendahnya keberhasilan pasien ODHA dalam menekan penyebaran
virus dalam tubuh, meningkatnya resiko penyebaran infeksi terhadap orang lain,
dan menyebabkan tubuh mengalami resistensi dalam pengobatan.
Selain itu, penggunaan teknologi aplikasi berbasis android
atau IOS yang terhubung pada fasyankes perlu didorong dalam rangka meningkatkan
kepatuhan minum obat ARV untuk menurunkan angka kematian pada ODHA.
Kelima, harapan pada obat baru. Cabenuva telah mendapatkan
izin Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) untuk ODHA seiring
telah selesainya uji fase tiga.
Obat ini menawarkan pendekatan perawatan baru bagi orang yang hidup dengan HIV. Keuntungan obat ini hanya diberikan sekali suntik dalam sebulan. Ini berarti Cabenuva mengurangi hari pemberian dosis pengobatan dari 365 hari menjadi 12 hari per tahun.
Untuk dapat dipakai di Indonesia, pihak regulator perlu
mempertimbangkan dan menganalisa lebih jauh terkait dengan efek samping,
kemudahan cara pemberian obat, kemungkinan interaksi obat, penggunaan pada
semua kelompok populasi serta keterjangkauan harga obat.
Sejalan dengan semangat peringatan Hari AIDS sedunia 2021
yang mengusung tema Akhiri ketimpangan akhiri AIDS, upaya-upaya di atas dapat
di dorong untuk memberikan aksesibilitas pengobatan pada ODHA yang pada
akhirnya berkontribusi pada berkurangnya penularan infeksi baru HIV,
berkurangnya angka kematian akibat AIDS, serta berkurangnya diskriminasi
terhadap ODHA.
Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul
"Aksesibilitas Pengobatan Orang dengan HIV/AIDS", Klik untuk baca:
https://www.kompasiana.com/mujasteguh9915/61adc3e162a7046e53566732/aksesibilitas-pengobatan-orang-dengan-hiv-aids-odha
Posting Komentar untuk "Aksesibilitas Pengobatan Orang dengan HIV/AIDS"