Gelombang Ketiga dan Kesiapan Fasyankes
Ilustrasi kesiapan fasyankes (Sumber foto : Pixbay.com) |
Peningkatan kasus positif Omicron
di Indonesia menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya gelombang ketiga.
Fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) harus dipersiapkan sejak sekarang.
Pemerintah telah memprediksi
puncak kasus Covid-19 bisa mencapai 40 ribu sampai 60 ribu kasus dalam sehari
akan terjadi pada pertengahan Februari 2022.
Kondisi yang sama juga terjadi di
berbagai negara. India mengalami lonjakan kasus hampir 8 kali lipat di awal
tahun. Cina bahkan bahkan kembali melakukan lockdown beberapa kota.
Begitupun di Amerika Serikat
peningkatan pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit mencapai rekor
tertinggi pada 12 Januari 2022 dan memaksa beberapa negara bagian melakukan
langkah-langkah penanganan kedaruratan perawatan kesehatan.
Sementara di Indonesia, per 14
Januari 2022 jumlah kasus positif Covid-19 bertambah 850 kasus baru. Di mana
rata-rata dalam seminggu terakhir mencapai 650 kasus. Angka tersebut meningkat
3-4 kali dibandingkan rata-rata jumlah kasus di akhir 2021.
Dari data yang ada memang masih
didominasi oleh kasus penularan dari luar negeri. Meskipun kontribusi kasus
transmisi lokal juga terus bertambah.
Menghadapi kondisi tersebut,
sejumlah strategi dan langkah antisipatif harus lebih konsisten diterapkan oleh
para pemangku kepentingan.
Pertama, melakukan skrining pada
akses masuk di bandara bagi pelaku perjalanan luar negeri dan menerapkan aturan
karantina yang ketat seperti arahan Presiden. Lokasi karantina terpusat harus
lebih dipersiapkan termasuk tenaga kesehatannya.
Kadua, mempercepat dan memperluas
cakupan vaksinasi yang merata di seluruh daerah agar tercapai kekebalan
komunal. Termasuk dalam hal ini pemberian vaksin pada anak-anak dan vaksin
booster.
Ketiga, konsisten dan disiplin
menerapkan protokol kesehatan dan 3T dapat mencegah dan mengendalikan varian
Omicron yang memang telah diketahui memiliki karakteristik laju penyebaran yang
cepat.
Harus lebih siap
Presiden Jokowi telah memberikan
arahannya terkait dengan kondisi terkini varian Omicron di Indonesia. Indonesia
dipandang telah lebih siap jika gelombang ketiga terjadi. Kewaspadaan dan
kehati-hatian penting untuk dikedepankan, namun jangan sampai muncul kepanikan
yang berlebihan.
Beberapa penelitian memang
menyebutkan bahwa meskipun sudah mendapat vaksin dua dosis tetap dapat
terinfeksi Omicron. Namun efek yang muncul tidak sampai parah atau cenderung
ringan seperti keringat malam, pilek, sakit tenggorokan, batuk, kelelahan dan
lain sebagainya.
Vaksinasi tampaknya menjadi
faktor penentu pada penularan dan tingkat keparahan Omicron. Capaian vaksinasi
Indonesia dianggap sebagai salah satu modal penting dalam menghadapi gelombang
ketiga.
Tercatat sampai 14 Januari 2022
jumlah vaksinasi dosis pertama mencapai 83,91 persen; dosis kedua 57,2 persen
dan vaksin ketiga telah disuntikkan sebanyak 1,3 juta.
Dari data tersebut artinya masih
terdapat penduduk yang belum mendapatkan suntikan baik vaksin pertama maupun
vaksin kedua.
Berkaca dari peningkatan pasien
rawat inap akibat Omicron di beberapa negara bagian Amerika Serikat disebabkan
sekitar 60-75 persen oleh pasien-pasien yang belum mendapatkan vaksin.
Sementara rawat inap yang
disebabkan oleh pasien yang telah divaksin dan mendapatkan booster hanya
berkisar 5-8 persen.
Untuk itulah kewaspadaan harus
betul-betul menjadi perhatian bersama agar tidak terjadi kepanikan berlebihan.
Selain menggencarkan upaya
antisipasi di atas, perlu juga kiranya pemerintah menyiapkan skenario pada
puncak gelombang ketiga agar tidak terjadi fungsional kolaps sistem pelayanan
kesehatan seperti pada gelombang kedua yang lalu.
Pertama, kesiapan rumah sakit
rujukan baik milik pemerintah pusat maupun milik pemda. Termasuk pemetaan
kemampuan fasyankes di masing-masing daerah.
Dalam hal ini fasyankes tingkat
pertama seperti puskesmas ataupun klinik dapat berperan dalam testing, tracing
dan treatment. Sedangkan pada fasyankes tingkat kedua, ketersediaan fasilitas
tempat tidur dan kepastian pasokan oksigen harus dapat dijamin mulai dari
sekarang.
Kedua, kesiapan kapasitas dan
kemampuan tenaga kesehatan sesuai dengan jumlah rumah sakit dan ruang
perawatan. Dalam hal ini dokter, perawat, apoteker, bidan dan petugas
laboratorium yang akan berada di lini terdepan dalam kondisi darurat Covid-19.
Selain itu, ketersediaan stok APD
dan memastikan protokol pencegahan infeksi di fasyankes dijalankan. Termasuk
memastikan semua tenaga kesehatan yang ada telah disuntikkan vaksin dosis
ketiga.
Ketiga, kesiapan stok obat-obatan
terkait Covid-19 dan sebarannya yang merata di fasyankes. Untuk Favipavir,
Remdesivir dan Azithromicyn telah mampu diproduksi dalam negeri. Pemerintah dan
Industri farmasi dalam negeri telah memastikan stoknya aman jika terjadi
gelombang ketiga.
Sedangkan untuk Gammaraas dan
Actemra saat ini masih mengandalkan impor dengan jumlah terbatas sehingga perlu
dipastikan kembali ketersediaannya. Mengingat kedua obat ini sangat vital untuk
pasien-pasien Covid-19 dengan gejala berat atau kondisi kritis.
Selain itu, Obat Molnupiravir
yang telah mendapat izin penggunaan darurat (EUA) BPOM telah dipastikan
kesiapannya oleh Kemenkes melalui perusahaan Amarox Pharma dengan stok sekitar
400 ribu.
Pada kondisi lonjakan kasus
Covid-19 tinggi, tidak hanya kebutuhan obat-obatan jenis etikal yang
dibutuhkan, tapi juga obat-obatan OTC banyak dibutuhkan dan dicari oleh
masyarakat.
Mengantisipasi panic buying,
apotek sebagai fasyankes terdepan terkait obat-obatan perlu menyediakan
suplemen terkait Covid-19 seperti vitamin C, Vitamin D, Zink dan obat penambah
imun lainnya.
Segala upaya antisipasi dampak
gelombang ketiga dan upaya mengingatkan mitigasi dampak risikonya tidaklah
bermaksud menakut-nakuti ataupun menyepelekan upaya yang telah ada. Tapi lebih
pada meningkatkan kesadaran semua pihak dan mendorong kesiapan fasyankes.
Posting Komentar untuk "Gelombang Ketiga dan Kesiapan Fasyankes"